Satu Dunia, Beratus Kisah, Beribu Cerita
Megatron21story
~~ 5 ~~
Sosok Reni yang berdiri angkuh di dekat pintu
masuk atap, kini memandangku dengan tajam.
Ia menyeringai begitu lebar. Seakan puas dengan
keadaanku yang putus asa dan gemetar.
Aku kini berdiri cukup jauh dari sosok Reni.
Mungkin kira-kira sepuluh meter jauhnya.
Tringgg...
Sebuah SMS kembali masuk ke layar handphoneku. SMS
dari Tomi.
‘Jangan
lihat matanya Nay....’
Entah apakah aku begitu bodoh atau lugu. Ketika
aku membaca SMS itu, sontak aku menoleh ke arah Reni. Perasaan campur aduk antara
takut, khawatir, ngeri, dan ingin tahu, kini berperang di dalam pikiranku.
“Hhhhhhhhhhh.......” leherku bagai tercekik, aku
tak bisa mengambil napas saat tubuhku tiba-tiba tersentak kaget. Reni kini
tepat berada di hadapanku. Tubuhnya melayang tak berpijakan. Tubuhku masih gemetar.
Aku tak dapat bernapas walau hanya untuk bertahan hidup.
Jarak antara aku dan Reni saat ini tidak sampai
satu meter.
Tubuhnya yang tanpa kepala melayang-layang di
udara, sementara kepalanya sendiri kini ia genggam dengan kedua tangannya.
Rambutnya yang hitam menjuntai kini telihat laksana tirai gelap yang akan
mengakhiri panggung sandiwara dalam hidupku.
Reni mengulurkan kepala dalam genggaman tangannya
ke hadapan wajahku.
“Nay.............” ucapnya. Saat itulah aku
berusaha menutup mata semampuku. Namun, mata Reni yang merah menyala seakan
memancing rasa ingin tahu dalam hati ini. Aku terbelalak ngeri saat cahaya
kemerahan mulai berpendar menyilaukan.
“AAAAAAARRRRGHHHH....” aku memekik saat pandangan
mata kami bertemu. Mataku pedih, sakit sekali rasanya.
Saat itu, bagai sebuah pedang mengoyak tubuhku.
Sakit sekali, bagai tercabik-cabik, mataku seakan
terbakar. Aku mengejan kuat, bibirku yang bergetar kini terkatup rapat. Aku
berusaha sekuat tenaga untuk menahan rasa sakit ini.
Pandangan mataku mulai kabur. Semuanya menghitam.
Aku masih mengerang menahan sakit dengan kedua telapak tangan kutangkupkan di
wajahku.
Darah di seluruh kepalaku seakan mengalir turun.
Wajahku kini pucat, nyaris bisa disamakan dengan orang mati.
Reni mengangkat sebelah tangannya.
Telapak tangan itu tepat ia arahkan ke dadaku.
Wuuuuuuuuuufffff...........
Tanpa sebuah pukulan atau sentuhan, Reni membuat
tubuhku terlempar ke belakang.
Zraaakkk.....gluduk...gluduk.... aku terpental cukup jauh.
Siku dan lututku kini terasa sakit, perih karena
luka lecet akibat berbenturan dengan lantai atap yang kasar.
“Nnngghhh.....” aku mengerang.
Aku berusaha bangkit setelah jatuh
bergulung-gulung beberapa meter.
Pandangan mataku kembali. Perlahan aku bisa
melihat semuanya dengan jelas.
Sempat aku berpikir bahwa ajalku sudah akan datang
menjemput, namun aku baik-baik saja. Hanya beberapa luka ringan yang kuderita
di siku dan lututku.
Kupandangi telapak tanganku sejenak, seluruhnya
masih normal. Aku kini dapat bergerak bebas.
Hanya satu yang berbeda. Cahaya bulan merah itu
sudah tidak nampak lagi. Yang menerangi tempatku bersimpuh sekarang adalah
cahaya perak yang temaram.
Aku menoleh kembali ke arah Reni.
Di sana sosok Reni sudah berubah menjadi Reni yang kukenal. Kepalanya tak lagi
terpisah, tubuhnya tak lagi berlumuran darah. Di sana, Reni berdiri dengan gaun
putih transparan seraya mencekik leher seseorang yang berusaha meronta untuk
melepaskan diri.
“Lepasin dasar pelacur.......” hardik sosok yang
dicekik oleh Reni.
“Ngak akan gue biarin lu bertindak semau lu
Tom.... udah cukup apa yang lu lakuin ke gue” ucap Reni.
’T-Tom????’
Pikiranku melayang jauh. Lututku masih terlalu
lemas untuk berdiri.
Aku ingat betul raut wajah orang itu. Dia adalah
Tomi, teman baruku.
Aku tak akan pernah melupakan wajah yang telah
membuatku ketakutan setengah mati.
Tapi sebenarnya ada apa ini? Bagaimana Tomi bisa
sampai di sini? Dari mana ia datang? Bagaimana bisa Reni mengenal sosoknya.
“Nay........ lu ngak apa-apa kan?” tanya sosok Reni.
Ia kini memandang lurus ke arahku dengan sebuah senyum tulus. Senyum yang telah
lama kukenal. Senyum itulah yang selalu berhasil membuat kegundahanku angkat
kaki.
“R-Renn.....?” tanyaku ragu-ragu. Tanpa sadar air
mataku kembali mengalir.
Aku sungguh kebingungan mencerna seluruh kejadian
ini. Beberapa saat yang lalu, Reni sedang memburuku. Ia ingin membunuhku sama
seperti apa yang ia lakukan pada Bu Shinta dan anak-anaknya.
Tapi kini senyum tulusnya sungguh tak berbohong.
Aku kenal betul senyum itu.
Reni berpaling dariku.
Matanya yang teduh senada dengan senyum tulus itu
berubah tajam mengerikan. Bibir Reni menyeringai lebar hingga nyaris menyentuh
kedua telinganya. Ia kini menatap Tomi yang sedang meronta merasakan cekikan
pada lehernya. Tomi menggenggam pergelangan tangan Reni kuat-kuat.
“Nay.... to...long...” suara Tomi terdengar begitu
pelan dan terbata-bata. Tenaganya mulai habis.
Kakinya yang sempat meronta-ronta kini mulai diam
perlahan.
“Bagaimana Tom.... sebentar lagi lo bakal
kehilangan kekuatan, lo akan terbakar di neraka. Di sana lo bisa menyesali
tindakan lo yang ngak berperikemanusiaan” ucap Reni.
“Ren....JANGAAANN.....” aku memekik.
Seketika itu Reni menoleh, masih dengan tatapan
tajam seperti ia menatap Tomi.
“Apa maksud lo Nay?”
“Apa yang lo lakuin? Tomi itu temen gue... dia
yang udah bantu gue... dia yang.....”
“DIA BANTU LO KARENA MAU KEPERAWANAN LO...” suara
Reni meninggi.
Aku tersentak kaget. Belum pernah selama aku
mengenal Reni, ia membentakku. Reni adalah sahabat yang baik, tutur katanya
lembut, jika ia membentakku demikian keras, pastilah ada alasannya.
“Dia sengaja bikin lo dipecat Nay.... dengan
begitu dia bisa bikin lo berhutang sama dia”
“A-apa maksud lo Ren? Apa maksud semua ini.... “
aku mulai frustasi.
Di sana, kulihat raut wajah Reni berubah gundah.
Reni melambaikan tangannya. Mengisyaratkan agar
aku mendekati mereka.
Rasa takut yang sempat menguasaiku perlahan
hilang. Kendati aku belum bisa mempercayai Reni sepenuhnya, setidaknya aku tahu
dari sorot matanya bahwa Reni tidak akan menyakitiku.
“Bajingan ini.... dia yang udah ngebunuh gue Nay,
lo harus tau....” ucap Reni. “gue udah balas dendam... gue bunuh dia dengan
cara serupa. Tapi sama kayak gue, dia gentayangan. Bedanya, kalo gue udah
sepenuhnya jadi roh karena dibunuh manusia, dia masih setengah roh karena
dibunuh oleh roh” lanjutnya.
“Dia punya satu tujuan sebelum benar-benar
mati.... dia mau renggut keperawanan lo Nay”
Deg...Deg...Deg...
Jantungku berdebar cepat. Pandangan mata ingin
tahu yang kutunjukkan kini berubah khawatir.
Bukan karena takut, namun karena mendengar
kata-kata Reni yang baru saja ia ucapkan.
Sontak aku menyilangkan tangan di dada menutupi
kedua payudaraku dan bergerak mundur satu langkah.
Mungkinkah Tomi yang selama ini menjadi teman
ngobrolku bukanlah manusia?
“T-tapi.... dia udah nolong gue Ren...” aku
menundukkan wajahku.
Kuakui, aku menyesal telah menerima bantuan Tomi.
Jika benar bahwa dirinya yang telah membunuh Reni, maka aku tak akan pernah
memaafkannya. Namun di lain sisi, aku kini berhutang budi kepadanya.
Aku bimbang, haruskah aku membiarkan Tomi
dilenyapkan. Aku tidak tega.
“Jangan anggap diri lo hutang budi sama dia Nay...
dia yang udah jadi penyebab lo di pecat. Selama ini dia terus nempel di badan
lo, nikmatin aroma tubuh lo.” Lanjut Reni. “sekarang dia ngak akan bertahan
lama” Reni kembali memandang wajah Tomi yang menderita dalam cekikannya.
“Ren....” ucapku lirih.
Reni kembali menoleh ke arahku.
“Kenapa dia ngebunuh lo?”
Entah apakah aku menanyakan hal itu dengan nada
yang salah. Reni kini menundukkan wajahnya.
~Megatron21~
POV Reni
********
“Accchhhh... terus Tom.....” aku melenguh ketika
penis Tomi dengan brutal dihujamkan ke dalam liang vaginaku. Aku dan Tomi, kini
sedang bersetubuh dalam posisi women on
top.
Payudaraku yang berayun liar tak dapat
berlama-lama terbebas. Tomi segera meraih dan mengulum puting susuku seperti
seorang musafir yang tersesat di padang gurun gersang.
“Mhhhh... toket lo bener-bener mantep Ren...” ucap
Tomi dalam pergumulan kami.
“Nggghhhh.....aahhh...ahhhh.....” aku tak
menyahuti racauannya. Tubuhku kini bergerak naik turun dengan sendirinya,
kendati aku sedang berlakon sebagai sang pelayan, namun aku sangat menikmati
persetubuhan kami.
Sex adalah sumber kehidupanku. Dari sanalah aku
menggantungkan hidup dan mencari nafkah.
Tomi adalah salah satu dari banyak klienku yang
rata-rata adalah pengusaha kelas atas. Umurnya belum menginjak kepala tiga.
Bisa dibilang Tomi adalah pemuda yang sedang ranum-ranumnya.
“Mmmm..sslurpp..mmmhhh..” Tomi menarik tubuhku merebah,
lalu melumat bibirku. Ohh, ia sangat haus akan kenikmatan.
Disela gerakan pinggulku yang masih intens
bergerak naik turun, aku memainkan lidahku di dalam rongga mulut Tomi.
Tomi memang pemuda tampan dengan hasrat sex yang
selalu meluap-luap.
Kendati ia memiliki seorang kekasih, namun Tomi
rutin menggunakan jasaku seminggu dua kali.
‘Cewe gua
memeknya ngak seenak lo Ren’
begitu ucapnya.
“Mmmmhh...... mmmmhh....” aku mendesah, meresapi
kenikmatan saat rongga vaginaku terisi penuh oleh penisnya yang mengacung
tegak.
Slep....Slep....Slep.....”
Dengan kedua tangannya, Tomi meraih bongkahan
pantatku dan sesekali menamparnya.
Splakk....Splakkk.... ohh, aku suka diperlakukan seperti itu. Tiap
tamparan pada bokongku membuat kulit di sana memerah. Perih, namun sebanding
dengan derajat kenikmatan yang kian meninggi.
“Ohhhh..... gila.... emang memek seorang
pro....aaaahhhhh....“ racauan kotor, dan terkadang makian kerap kudengar
dilantunkan oleh Tomi. “Pereeek... anjing, enak banget memek lo Ren.....”
“Hhhhggghh.... Oohhhh, i-yaahh.... gue pelacur...
gue budak sex lo Tom.... Ahhh...Ahhh....”
Hujaman demi hujaman membuat vaginaku kian
berkedut. Cairan licin di dalam rongga itu sudah cukup banyak untuk membantu
Tomi mempercepat gerakannya.
Tepat di hadapan wajahku, kulihat Tomi tersenyum
senang.
Hidung kami yang mancung kini beradu saat kami
saling menjulurkan lidah. Daging tak bertulang dengan liur membasahinya,
masing-masing lidah kami kini saling bertaut.
Sluurppp....Sluurpppp
Aku suka, aku sungguh
tergila-gila mengulum lidah pasangan mainku. Rasanya, sensasi basahnya, oohh.
Plok...plokkk...plookk...ploookk...
Tusukan penis yang dilancarkan Tomi semakin
brutal. Ia kini mencengkeram pinggangku untuk menahan tubuh ini tetap diam.
Sementara itu, ia menggerakkan tubuhnya naik turun dengan cepat sehingga penis
sepanjang 17cm itu melesak dalam menerobos mulut rahimku.
Jujur, agak sakit rasanya jika ia menusukkan penis
hingga sedalam itu.
Aku harus mengakhiri permainan ini sebelum vaginaku
mengalami cidera.
“Akkkhhh...Akkkhhh........ enak banget kontol lo
Tom...Akkkkhhhh...terus....”
Kalimat itu bukan kukatakan karena kenikmatan yang
kurasa. Kalimat itu adalah jurus andalanku. Aku kerap mengucapkannya jika sudah
bosan dengan permainan yang membuatku lelah.
“Nnnngghhh...aaaaaahhhhhhhhhh...aaaAAAhhhhHHHHH...”
tubuh Tomi menegang.
Penisnya berdenyut-denyut di dalam vaginaku. Tak
lama setelahnya, sperma hangat itu menyembur membasahi dinding rahimku.
“Ohhhh...shit.. gua kena lu kibulin lagi” ucap
Tomi.
“Hihihi... lagian lama banget sih, gue udah capek
tau” ucapku beralasan.
Sebagai seorang pelayan, memuaskan klien adalah tanggung jawabku. Aku tidak bisa
mengatakan sejujurnya bahwa vaginaku terasa cukup sakit saat ia menghujamkan
penisnya sedemikian dalam.
Ya, itu bukanlah pertama kali aku melakukannya
pada Tomi. Hasrat seksualnya yang menggebu telah kumanfaatkan dengan baik. Jika
aku diam tak bersuara, permainan kami bisa berlangsung hingga tiga jam lamanya.
Namun dengan sedikit racauan nakal, aku mampu membuat Tomi tumbang seketika.
“Ahhh.... long time kali ini mantep.....” ucap
Tomi. Ia berbaring di ranjang tempat kami melakukan perzinahan, sementara
tangan kanannya kini sedang menggapai laci meja untuk mengambil sesuatu.
Seperti biasa, setelah Tomi puas dengan
pelayananku, ia memberikan sebuah amplop cokelat tebal berisi uang. Aku
terbiasa tidak menghitungnya, begitu mengintip ada lima bundel uang di sana, aku segera memasukkannya ke dalam tas.
“Thank you hon.... kalo butuh service atau ganti
oli, lo tau harus hubungin siapa” ucapku sambil melempar sebuah senyum nakal
pada Tomi. Pakaian-pakaianku masih berserakan di lantai. Dengan tubuh bugil
tanpa busana, aku memungut pakaian itu satu persatu dan mengenakannya kembali.
Cling...
Saat itulah sebuah SMS yang mengawali tragedi ini
masuk ke dalam handphoneku.
Aku meraih handphone dan membuka isi SMS itu.
Tanpa kusadari, Tomi sudah melilitkan tangannya di pinggangku.
“Siapa itu Ren??” tanya Tomi saat melihat fotoku
berdua dengan Naya yang kupajang sebagai wallpaper.
“Ohh... ini Naya, sahabat gue” jawabku
“Wow... berapa DC-nya?”
Mendengar perkataan Tomi yang merendahkan Naya,
aku segera melepaskan rangkulan Tomi.
“Dia bukan cewe murahan kayak gue yang mau tidur
sama semua cowo... dia masih perawan” ucapku ketus. Kupandangi wajah Tomi
dengan sorot mata tegas, tanda bahwa aku tidak menyukai ucapannya tadi.
“Yailah... begitu aja marah Ren. Gue berani bayar
mahal kok kalo dia emang masih virgin. Lagian kan belom tentu dia ngak mau,
emang lo udah nanya sama dia?”
“Sorry Tom... buat yang itu gue ngak bisa
bantu...” aku melenggang pergi menuju pintu masuk kamar hotel.
“Oh ya..?? coba kita lihat dulu ya.... hmmm... di mana
benda itu” gumam Tomi. Ia sepertinya sedang mencari-cari sesuatu.
“Ahh.... ini dia” kini selembar buku cek sudah
berada di genggaman tangan Tomi.
Ia mengambil sebuah pena lalu mulai menulis di atas
selembar cek, dan merobeknya sebelum diberikan kepadaku.
“Ini dua puluh lima juta buat lo, kalo lo bisa
ngeyakinin dia buat tidur sama gua...” ucap Tomi seraya menyodorkan cek itu
kepadaku “dan bilang sama temen lo, gua bakal beli kesucian dia seharga lima
puluh juta”
Deg...Deg...Deg...
Jantungku berdebar kencang, mataku membelalak
kaget. Bukan karena menerima cek pemberian Tomi, namun karena mendengar nominal
yang bersedia Tomi bayarkan untuk menikmati tubuh perawan Naya. Langkahku yang
tadinya mantap, kini terhenti tepat sebelum tanganku meraih handle pintu.
“Gimana Ren? Lo tau bener gimana gua.... gua
selalu dapetin apa yang gua mau”
Aku menoleh ke belakang dan memandang raut wajah
Tomi yang tersenyum sinis.
’Naya.....
gimana keadaan dia sekarang ya?’
batinku.
Pertanyaan itu sangat beralasan. Ibunda Naya baru
saja meninggal satu bulan lalu. Naya pastilah sangat membutuhkan uang saat ini.
“oke.. gue coba” jawabku.
Sepulangnya aku dari sana, aku segera menghubungi
Naya.
Aku tau, kemungkinan besar Naya akan menolak.
Namun sejak awal niatku baik. Aku ingin meringankan bebannya saat ini. Hidup
seorang diri di tengah ibukota Jakarta bukanlah hal mudah. Terlebih sejak
ibunya meninggal. Kudengar tabungannya sudah habis untuk mengurus prosesi
pemakaman.
Namun ketika aku meneleponnya, Naya menolak dengan
halus.
Aku tau itu, sangat tau. Naya di didik dengan baik
oleh ibunya yang memiliki pandangan agama yang kolot. Karenanya, Naya menjadi
pribadi yang santun dan taat pada ajaran agamanya. Ia tak pernah menyentuh
minuman keras atau hal-hal sejenis.
Dua hari berselang, aku segera mengabarkan
penolakan itu kepada Tomi.
Kami membuat janji bertemu di diskotik Exotica. Tomi sudah menyewa sebuah kamar
untuk berbincang denganku. Di sanalah Tomi marah besar.
Plaaakkk.... ia menamparku
“TOLOL AMAT SIH LO..... NGEBUJUK AJA GAK BISA”
hardiknya.
Aku yang kala itu jatuh terjerembab di lantai
tidak dapat melawan Tomi saat ia mulai menganiayaku.
Aku dipukul, ditendang, diinjak, ditampar,
dijambak, dan dijedotkan ke dinding.
“Dasar perek gak ada gunanya lo... Pelacur
rendahan....”
Sakit...
Amat sangat sakit. Tubuhku yang menjadi
bulan-bulanan kini terasa bagai sebuah telur rapuh yang diinjak. Aku kini
terkulai lemas di lantai kamar itu dengan darah menetes dari luka di kepalaku.
Saat itu Tomi berjalan meninggalkanku sejenak.
Membiarkanku tenggelam dalam tangis penyesalan karena menerima tawarannya.
Buuggg.... Tomi kembali menendang tubuhku
“Bangun lo perek......”
Aku tak mampu menjerit, bahkan saat Tomi tiba-tiba
menyabetkan sesuatu yang tajam hingga merobek perutku.
“Aaa..akk.................” sakit sekali rasanya,
aku nyaris tak mampu menjerit karena kaget dengan rasa sakit yang datang begitu
cepat.
Tak puas merobek perutku, kini Tomi meraih
rambutku yang tergerai.
“AAAAKKKHHHHHH...... a-ampun Tom.... Am-punnn...”
aku mencoba meronta, namun darah yang terus mengucur dari luka di perutku
membuat kalimat itu terputus-putus. Aku takut... sangat takut, aku tidak bisa
membayangkan jika sampai terbunuh di tempat ini.
Aku mencoba memohon saat Tomi mulai menjambak
rambutku hingga kepalaku menengadah memandang ke arah langit-langit.
Sreeeeeeetttt..........
“Oooorrrkkkkkk....kkrrrrrookkkk......” suara
jeritanku kini terdengar parau.
Tiba-tiba, kurasakan rasa sakit yang teramat
sangat dari bagian leherku diikuti oleh suara keras seperti kayu dipatahkan.
Rasanya, jauh lebih menyakitkan dibanding luka sayatan pada perutku.
Tubuhku tak dapat kurasakan lagi. Pandangan mataku
mulai gelap, yang dapat kuingat pada detik-detik terakhir itu adalah darah yang
memancar deras entah dari mana.
Detik selanjutnya Tomi melemparkan kepalaku
menjauh. Pandangan mataku yang mulai gelap masih bisa menangkap sedikit
bayangan saat kepalaku berputar dan membentur lantai.
Di sana, Tomi berdiri dengan sebuah golok besar
tergenggam di tangannya. Tepat di sisi kaki kirinya, tubuhku yang tanpa kepala
tergeletak dengan leher terpotong yang menyemburkan darah.
Dengan santai, Tomi berjalan menuju tubuhku yang
tergeletak tanpa kepala dan menarik keluar isi perutku. Kejam, sungguh sebuah
perlakuan yang hanya pantas dilakukan oleh binatang.
Senyum puas dari seorang iblis tergambar sempurna
di raut wajahnya. Tomi ini berjalan menuju tas milikku dan meraih handphone di dalam
sana.
Ia tersenyum puas saat mendapati nomor handphone
Naya ada disana.
Dengan raut wajah penuh kekejaman, Tomi kembali
berjalan kearah kepalaku dan menyabetkan goloknya untuk terakhir kali.
Pandangan mataku semakin gelap, sepertinya sel-sel
syaraf yang menopang kesadaranku mulai tidak berfungsi.
Harapanku di saat-saat terakhir, ada dua.
Aku ingin membalas dendam dan ingin melindungi
keperawanan Naya dari Tomi.
~Megtron21~
Meninggal secara tak wajar, jiwaku tak bisa pergi
ke nirwana.
Keberadaanku masih terjaga. Kendati tanpa raga
sejati, aku akan tetap melampiaskan dendamku pada Tomi dan sekaligus melindungi
Naya.
Setelah beberapa hari berlalu, Tomi belum juga
bisa melacak di mana Naya tinggal.
Kumanfaatkan kesempatan itu untuk membalaskan
dendamku. Kekuatan yang telah aku kumpulkan harusnya sudah cukup.
Aku akan melindungi Naya..... Aku harus melindungi
Naya……
~~Bersambung~~
Satu Dunia, Beratus Kisah, Beribu Cerita
Megatron21story
Satu Dunia, Beratus Kisah, Beribu Cerita
Megatron21story

