Satu Dunia, Beratus Kisah, Beribu Cerita
Megatron21story
~~ 6 ~~
POV Reni......
“J-jangan...... A-ampunn.... Ren...Ampun...”
begitulah racauan yang keluar dari mulut Tomi ketika aku menampakkan diri di hadapannya.
Saat itu Tomi sedang ada di rumahnya yang megah, sendirian. Ia baru saja
melakukan hubungan sex dengan kekasihnya beberapa jam lalu.
“Ampun?? Hi..hi..hi..”
Aku menyuguhkan sebuah pemandangan sama persis
dengan keadaan mayatku saat Tomi membunuhku.
“Lepas...Lepaaaaassss...AAAAaaaaakkhhhh....” Tomi
meronta-ronta saat aku melemparkan kepalaku ke pangkuannya. Ia tergopoh-gopoh
merangkak mundur saat berusaha menjauh.
“Akkkhhh...Akkkhhh........ enak banget kontol lo
Tom...Akkkkhhhh...terus....” ucapku.
Wajahnya pucat pasi.
Aku yakin sekali ia hafal dengan kalimat itu.
keringat dingin mulai terlihat membasahi leher dan dahinya.
Jerit putus asa dan rajukan memohon itu membuatku
semakin bersemangat.
Pembalasan bagiku harus selalu lebih kejam.
Sebelum membunuhnya, aku ingin bermain-main dengan
rasa takutnya.
Aku melompat maju ke arah Tomi. Dengan jari-jari
tangan berkuku tajam, kulucuti seluruh pakaian yang menempel di tubuhnya.
Breeekk....breeekkk...
“UUAAAAHHH......AAAAAKKKHHH.....AAAKKKKHHH”
Ia meronta, memekik, menjerit, dan memohon
kepadaku. Tubuhnya kini penuh dengan luka sayatan karena bercengkerama dengan
jemariku yang berkuku tajam seperti serigala.
“Mmmmhhh.... belum Tom.... Belum” aku kini
membelalakkan mata lebar lebar dan menatapnya dengan tajam. Dengan sekejap
tatapan mata, kubuat tubuhnya kaku tak bergerak. Ia kini terbaring kaku tak
berdaya. Menunggu, saat dimana ajal akan menjemputnya dengan kejam.
“Tom.... Mmmmhhh..... gue kangen sama kontol lo”
ucap kepalaku yang kuletakkan di atas dada Tomi. Bibir Tomi bergetar hebat, air
mata mulai menetes dari sudut matanya hingga mengalir ke telinganya.
Kini aku menampakkan tubuhku yang tanpa busana
degan leher yang terpotong bersimbah darah. Aku menindihnya, menyebarkan rasa
takut ke seluruh tubuhnya.
“lo suka ini kan Tom..... Hmmmmhhh??” kusodorkan
puting susuku ke arah bibirnya yang mengatup.
Ia meronta, berusaha menghindar dari puting susuku
yang berlumuran darah.
Namun bukan Reni namaku jika tak mampu memaksanya.
Dengan sebuah jentikan jari, sebuah asbak yang tergeletak di atas meja kulesatkan
ke arah dahinya.
Duaggg......
“AA- Aaaa-aaaakkhh..” Tomi memekik spontan saat
luka di dahinya mulai berdarah. Saat itulah mulutnya terbuka lebar dan kujejali
dengan puting susuku.
“MmmmmhhhHH.... ayo hisap Tom... gigit.... bukanya
lo selalu suka sama toket gue?”
Puas sekali rasanya aku menyiksa batin Tomi. Ia
kini begitu ketakutan hingga kurasakan penisnya menyemburkan air kencing.
Hahaha, ia ngompol seperti bocah.
“Ihhh... kok udah nyemprot Tom... gue belom
apa-apa nih.........” kepalaku di atas dadanya tersenyum sinis.
Dari puting susuku kini kubuat aliran darah yang
terus mengucur deras.
“Hoookkhh...ohhhookkkhh...uudaaaa..oohhookk
ampun....” Tomi meronta, rasa takutnya kini memuncak. Aliran darah yang
mengucur deras itu membasahi wajahnya dan menyulitkan ia bernapas.
“Minum Tom....
ayo.... jangan malu-malu.....” kepalaku kini kupindahkan, dan kuletakkan di atas
selangkangan Tomi, tepat di depan penisnya yang masih terkulai lemas.
Perlahan kepalaku mulai menjilat-jilat testisnya,
berlanjut ke batangnya yang mulai mengeras dan berujung pada kuluman brutal
pada ujung penisnya.
“Glek....glekk...glek....Ohhooookkk.....glekk....”
Merasa tak bisa menolak, Tomi akhirnya meminum
darah yang mengucur dari puting susuku. Aku tak bisa membayangkan bagaimana
ngerinya berada dalam posisi Tomi sekarang.
“enak Tom.....?? mau coba yang ini??” kulepaskan
puting susuku, dan kudekatkan leherku yang terputus ke mulut Tomi. Kini, darah
itu kualirkan dari lubang tenggorokanku dan tepat mengucur ke mulutnya. Ia
semakin gelagapan, Tomi menggeleng-gelengkan wajahnya, berusaha menghindari
kucuran darah itu agar ia dapat bernapas.
Di bawah sana, penis Tomi sudah kutaklukkan
sepenuhnya.
Penis itu mengeras dan mengacung tegak berdiri
dengan kepalaku bertengger di ujung kepala penis itu.
Mulutku di sana terus menghisap penisnya dengan
kuat. Sesekali, aku menggigit batang penis itu. Aku tahu, Tomi sangat benci
jika penisnya terkena gigi saat sedang di oral.
Ahh, menyenangkan sekali. Tapi sayang, aku tidak
bisa berlama-lama. Kekuatan rohku akan segera menipis jika aku terlalu lama
bermain-main dengan ketakutannya.
Saatnya
hidangan utama....!!
Kepalaku yang tersangkut di ujung penis Tomi, kini
kulepaskan.
Aku memundurkan tubuhku, mendekatkan penis Tomi ke
lubang vaginaku.
“MmmmhhhHH... gue udah kangen banget sama kontol
yang satu ini...” gumamku.
Dengan sekali tekan kumasukkan penis Tomi ke dalam
vaginaku.
Vagina, yang sudah kubumbui dengan gigi taring
tajam di setiap sisinya.
“AAAAAAaaaaaaaaaaaarrrggghh....” Tomi memekik.
“Lohh... kenapa Tom? Apa memek gue makin enak
dengan ditambah gigi taring?”
Tomi meringis kesakitan. Matanya ia katupkan
erat-erat. Aku tahu ia menderita, dan aku senang karenanya. Aku tidak akan puas
sebelum Tomi menyadari, bahwa kematian akan jauh lebih menyenangkan.
Namun kendati ia terus meronta, penis yang sudah
mengeras itu tak akan mampu menolak lubang neraka di bawah sana. Dengan cepat
aku menggerakkan tubuhku naik turun di pangkuan Tomi. Ia menjerit
sejadi-jadinya. Ia akan tahu, seperti apa sakitnya seorang perawan saat pertama
kali melakukan persenggamaan. Dengan ini, kuharap ia melupakan niat untuk
memerawani Naya.
Belum puas sampai di situ.
Aku masih ingin menorehkan ingatan mengerikan di
batin Tomi. Kuraih kepalaku dan kudekatkan ke arah wajah Tomi. Kutekan kepalaku
keras-keras agar bibir kami menyatu.
‘Oohhh.....
manisnya pembalasan dendam’
batinku.
Melihat air mata semakin deras mengalir di
pipinya, aku merasa sudah cukup membuatnya menderita.
Dengan sedikit hentakan pada otot vaginaku, aku
memotong penis Tomi. Ini akan jadi sebuah kenangan pahit di penghujung usianya.
“AAAAAAAAAARRRRRRGGHHH.....” ia menjerit. Air mata
kembali mengalir deras dari sudut matanya.
Raut wajah penuh penderitaan itu tercetak jelas.
Mata Tomi yang seakan ingin melompat dari tempatnya bersembunyi tak akan
berbohong. Sorot mata itu benar-benar menyiratkan sebuah ketakutan dan putus
asa.
Kini saatnya membalas Tomi dengan hal serupa.
Ctek.... aku menjentikkan jari.
“lo ingat ini Tom??”
Dengan sihir, aku membuat sebuah golok bersimbah
darah muncul di udara.
Mata Tomi memandang ngeri saat ia melihat golok
itu. benda itulah yang memisahkan kepala dari tubuhku. Dan kini, benda yang
sama akan membalaskan dendamku.
“Hi....Hi....Hi.....HI....HI....HI” aku tertawa
puas melihat mata Tomi yang kini terbelalak ngeri.
Zraaaaakkk.......
Dengan sekali hujaman, kepala Tomi terlepas dari
tubuhnya.
’Aku
menang....’ gumamku.
Nikmatnya sebuah pembalasan. Sejenak, aku masih
terdiam di sana meresapi indahnya warna merah tua yang mengalir dari lehernya,
dan membasahi lantai ruangan ini. Tapi, kesenanganku nampaknya terusik oleh
sebuah gejala aneh yang tiba-tiba terjadi.
’Loh??
Ada apa ini?’ batinku. Sungguh,
kejadian aneh ini benar-benar diluar rencanaku.
Tubuh Tomi terbakar hebat dan berubah menjadi abu seketika.
Sesaat aku tertegun. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ia mati dengan cara
yang aneh. Tapi akhirnya aku tidak ambil pusing, dendamku sudah terbalas, dan
aku sudah melindungi keperawanan Naya dari tangan Tomi. Aku kini bisa tenang, seharusnya...... bisa tenang.
~Megatron21~
Satu minggu berlalu sejak kematian Tomi.
Namun, rohku belum juga meninggalkan dunia. Aku
merasa, sepertinya ada yang tidak beres. Ini tidak masuk akal, akhirnya
kuputuskan untuk mengawasi gerak-gerik Naya. Aku curiga, jangan-jangan proses
kematian itu tidak sempurna.
Ternyata firasatku benar. Tomi belum mati
sepenuhnya.
Jiwa Tomi berkelana bebas, ia kini justru sudah
sangat dekat dengan Naya, bahkan sudah berkomunikasi.
Tomi yang sudah menjadi setengah roh masih
mengincar diri Naya. Sepertinya, sebelum ia mati, Tomi telah bersumpah untuk
menyelesaikan keinginannya. Dengan mata rohku, aku melihat dengan jelas bagaimana
Tomi sudah merasuki diri Naya dan berdiam di dalamnya. Dengan campur tangan
Tomi, perasaan Naya menjadi was-was jika aku berada terlalu dekat mereka.
Dengan kekuatannya, ia berhasil menanamkan ilusi di pikiran Naya.
Bagaimana ini, jika tidak melenyapkannya, aku
tidak akan bisa pergi ke akhirat.
Kekuatan rohku kini semakin menipis, aku harus
mengumpulkan tenaga terlebih dahulu untuk mengantarkan jiwa Tomi ke neraka
selamanya.
Hingga tadi sore, pengaruh jiwa Tomi sudah
sedemikian kuat. Ia berhasil mengontrol sedikit bagian tubuh Naya, yang
berujung pada tumpahnya minuman yang sedang ia sajikan. Imbasnya, Naya di
pecat.
Saat itu...
Dapat kulihat dengan jelas raut
wajah sesosok pria yang sungguh mirip seekor babi. Pria itu menghardik Naya dengan kata-katanya yang kotor.
Naya berusaha menjelaskan dengan
terbata-bata, namun saat Naya mencoba bicara, babi itu segera memotong
ucapannya.
Aku, yang tak terima Naya
diperlakukan seperti itu, tak akan tinggal diam.
Aku tahu betul seperti apa jalan
pikiran si-babi. Aku bisa membaca pikirannya dengan jelas.
Ia adalah seorang yang tamak
tentang apapun...APAPUN. Ia bahkan memanfaatkan sekertarisnya yang begitu
membutuhkan pekerjaan, dengan memaksanya berhubungan intim.
’Bajingan ini tidak bisa dibiarkan....’ batinku.
Aku berpikir sejenak. Aku bisa saja
membunuhnya dengan mudah, namun jika aku sampai salah perhitungan, maka jiwa
si-babi akan berkelana seperti halnya Tomi.
Ahhh ya, aku tahu bagaimana
caranya.
’Huh....akan kubuat orang lain membunuhnya....Hi...hi...hi...hi...hi’
~Megatron21~
POV Naya
*******
Segala hal yang diceritakan Reni telah menjawab
semua pertanyaanku.
Namun aku kini tak bisa berpikir jernih. Apa yang
harus kulakukan untuk menanggapi semua ini. Terlebih, Reni telah melenyapkan
nyawa manager RichTaste. Aku tidak bisa percaya begitu saja bahwa Reni masih sahabatku,
Reni yang dulu kukenal.
“Ren....?” tanyaku.
Sejenak kupandangi raut wajah Tomi yang sekarat,
ia hampir menjemput ajalnya dalam cekikan Reni.
“Ya Nay?” jawabnya. Ia memandangku dengan tatapan
teduh seperti biasa.
“Kenapa lo lakuin semua ini Ren? Lo udah bunuh
seseorang....”
“Kenapa?” Reni bertanya balik. Ia nampak tidak
puas dengan kata-kataku yang mempertanyakan sikapnya.
“Gue sayang sama lo Nay.... gue gak akan biarin
siapa pun nyakitin lo....”
Aku menarik napas sejenak. Ohh Tuhan, bantu aku
berpikir jernih.
Tatapan mata Reni berubah sendu saat mengucapkan
kalimat itu. Aku tidak bisa lagi mempertanyakan sikapnya, karena jika aku ada
dalam posisinya, mungkin aku akan melakukan hal yang sama, bahkan lebih kejam.
“Apa yang bisa gue lakuin?” tanyaku “maksud gue,
apa ngak ada cara lain buat mengakhiri ini semua? Gue ngak mau lo jadi seperti
ini Ren.... gue gak mau...” kata-kata itu terucap begitu saja dalam rasa putus
asaku.
Mataku memandang wajah Reni dengan berkaca-kaca.
Cahaya bulan yang menerangi kami sesekali tertutup awan. Dalam gelap, dapat
kulihat mata Reni berpendar keunguan. Sangat berbeda dengan warna merah menyala
yang kulihat sebelumnya.
“Ngak.... gue ngak bisa ngebiarin si-bangsat ini ngedapetin apa yang dia
mau...” ucap Reni seraya kembali memandangi wajah Tomi.
“Trus? Apa dengan begini dia bakal berhenti
gangguin gue? Apa dengan dia mati, dia akan hilang dari hidup gue?” tanyaku.
Reni diam sejenak, ia tak langsung menjawab.
Sepertinya ia ragu, karena yang saat ini kulihat, Reni menundukkan wajahnya.
“Ada dua kemungkinan Nay.... gue juga ngak tau
pasti mana yang bakal terjadi” jawab Reni.
Telingaku kini meningkatkan kewaspadaannya. Aku
ingin mendengar segala kemungkinan yang disampaikan Reni dengan baik.
“Pertama, setelah gue bunuh setengah raganya untuk
kedua kali, dia bakal bener-bener mati dan jadi roh.... sama kayak gue, lalu
pergi ke neraka” lanjutnya. “Yang kedua, rohnya ngak bakal tenang dan tetep
ngehantuin lo”
Mataku terbelalak mendengar kemungkinan kedua yang
dikatakan oleh Reni.
“A-apa.... ngak... gue ngak mau Ren... gue ngak
mau” jawabku seraya menggelengkan kepala.
Aku sudah muak dengan keadaan ini. Aku tak ingin
lagi berurusan dengan Tomi. “Trus gimana Ren....please... kasi gue pilihan...”
“Ngak Nay.... lo ga boleh nurutin apa maunya, gue
ngak akan birain dia nyentuh badan lo” jawab Reni.
“Lo terlalu berharga buat gue Nay... gue ngak akan
ngebiarin dia merawanin lo” lanjutnya.
“A-apa cuma itu pilihannya? Apa cuma dengan
ngebiarin dia merawanin gue?”
“Jujur.... gue berharap ada pilihan lain....”
jawabnya.
“Tapi lo yakin kan? Dia ngak akan ganggu gue lagi
kan?”
“Sorry Nay, gue ngak tau kalo soal itu. Kemungkinannya
ngak terbatas. Yang gue tau, lo udah berhutang sama dia... dan hutang sama roh
itu berbahaya Nay”
“huk... uhuk.... cepet bunuh gue Ren... Dengan
begitu.... k-kita bisa setara, lo ga akan bisa nge..halangin gue lagi.. huk...
uhuk...” Tomi tertawa sinis. “lo tau betul, roh ngak akan.... bi-bisa.... pergi
ke akhirat sebelum.... keinginannya terpenuhi”
“JANGAN BANYAK OMONG LO ANJING......” Reni
menyentak, sorot matanya yang tajam semakin berpendar keunguan.
Namun kurasa kata-kata itu hanyalah luapan emosi
Reni semata, karena kulihat, dia sama sekali tidak memperkuat cekikannya.
Aku kini berada dalam persimpangan jalan yang tak
bisa kupilih.
Di satu sisi, aku ingin terlepas dari Tomi
selamanya. Tapi di lain sisi, aku tidak bisa merelakan keperawananku untuknya.
Berpikir sejenak dalam diam, aku menundukkan
kepalaku. Aku harus membuat keputusan. Ya, satu keputusan yang terbaik bagi
semuanya.
“Ren... biarin dia dapet apa yang dia mau” ucapku.
Mendengar ucapanku barusan, Reni sontak menoleh ke
arahku.
“A-apa?? Nay..... lo jangan bodoh..... keperawanan
lo jauh lebih berharga”
“Trus gue punya pilihan apa lagi Ren?? Gue udah
berhutang sama dia, dan gue ngak mau terus di hantuin kayak gini... gue mau
bebas Ren... dan gue gak mau ngebebanin lo lagi.... lo udah cukup menderita
karena gue.... karena keegoisan gue...”
Reni memandang lekat-lekat ke arah mataku.
Ia ingin menangis, namun air mata sudah tak
mungkin mengembalikan semuanya.
“Nay....” Reni seakan membujuk diriku untuk
berpikir kembali.
“Ren, anggap aja gue nurutin saran lo. Gara-gara
gue, lo sampe terbunuh.. gue ngak mau lagi kalo lo harus nanggung semuanya
karena keegoisan gue. Lepasin dia Ren, biar dia dapetin apa yang dia mau dan lo
bisa tenang” Aku telah membulatkan tekad. Mungkin inilah saatnya aku melepas
sebuah kesucian demi seorang sahabat. Terlebih, aku ingin Reni juga mendapat
ketenangan karena aku telah ikhlas merelakan kesucianku direnggut.
Reni memandang bengis ke arah wajah Tomi yang
tersenyum tipis dalam cekikannya.
Bibir Reni gemetar. Ia tau, bahwa tidak ada
gunanya menahan keinginanku. Sementara itu, Tomi terus tersenyum mendengar
kata-kata yang telah kuucapkan.
Tomi
menang...
Dengan geram, Reni melempar tubuh Tomi menjauh.
Tubuh Tomi melayang di udara. Sisa-sisa kekuatan
roh miliknya sudah merasuk kembali ke dalam raga fana itu. Tubuh Tomi yang
melayang di udara malam, berpendar merah sesaat sebelum ia turun dengan
perlahan.
“Hehehe... keputusan yang bagus cantik...” ucap
Tomi seraya menjejakkan kaki di lantai atap.
Senyum penuh kemenangan tersungging di bibirnya.
Ya, rencana yang di disusun oleh Tomi berjalan lancar.
Wajah Reni berubah makin beringas.
“GUE INGETIN LO TOM..... BERANI LO MAIN KASAR SAMA
NAYA........” Reni mengacungkan jari telunjuknya ke arah Tomi.
“Terus kenapa? Lo mau bunuh gue Ren? Silahkan.... so what” Tomi merentangkan kedua
tangannya, seakan mempersilahkan Reni untuk mencabik tubuh fana itu.
“Ren, cukup.... ini semua salah gue” aku menoleh
sesaat ke arah Tomi. Ia masih berdiri di sana dengan tangan terentang serta
sebuah senyum licik yang berpadu dengan sorot matanya yang menyala merah.
“Lakukan apa yang lo mau Tom... gue bakal bayar
hutang gue sekarang”
“Huhuhu.... seperti yang gue prediksi. Lo pasti
bakal bayar hutang lo”
Tomi berjalan mendekat. Tubuh manusianya mulai
berubah bentuk. Bulu-bulu hitam tumbuh di sekujur tubuhnya menggantikan busana
yang membalut tubuh itu. Otot dada dan lengannya membesar. Aku menelan ludah
sejenak, membayangkan apa yang akan terjadi jika tubuh mengerikan itu
menyetubuhiku. “Lo.... milik gue sekarang...” suara Tomi berubah parau.
“R-Ren.. D-dia.......” ucapku terbata-bata. Aku
kini bergidik ngeri.
“Ya... jiwa di sana itu, adalah manifestasi
pikiran jahat Tomi. Gue juga bisa berubah kayak gitu kalo gue lagi punya niat
jahat” jawab Reni.
Sebuah perasaan berdesir hinggap di sekujur
tubuhku.
Tomi yang sudah berdiri di hadapanku, kini mengusap
pipi kananku dengan tangannya yang berbulu. Ia mendekatkan wajahnya memandangku
lekat-lekat dari berbagai sisi.
“Mmmhh... benar-benar barang bagus” gumamnya.
Kurasakan dengan jelas hembusan napasnya yang
panas menerpa daun telingaku. Tanganku kukepalkan erat-erat. Aku kini sangat
takut, benar-benar takut. Tak pernah terbayang dalam hidupku, jika suatu saat
keperawananku akan direnggut oleh sesosok makhluk mengerikan.
“Nay... tenang, gue ada di sini” Reni merangkulkan
kedua tangannya di pinggangku. Ia memeluk dan merapatkan tubuhku padanya. “Ini
bakal sedikit sakit, tapi gue pastiin dia ngak akan nyakitin lu lebih jauh”
Pelukan Reni membuatku sedikit tenang, payudaranya
yang lembut kini menopang punggungku.
Reni menuntunku untuk merebahkan diri di lantai
atap, dan mulai membantuku untuk melepaskan busana. Punggungku kini dapat
merasakan debu kerikil kasar yang menempel di sana. Butiran pasir dan debu kini
menempel pada punggung dan bokongku.
Aku mengerling sejenak, memandang ke arah sosok
mengerikan Tomi.
Pandanganku terarah tepat di selangkangannya. Di mana
sebuah penis hitam besar berdiri tegak.
Glek.... aku
menelan ludah.
Reni meraih pipiku, lalu memalingkan wajahku agar
berhadapan dengan wajahnya.
“Sssst... jangan dilihat Nay, lo pandang aja wajah
gue” ucap Reni. Pandangan matanya begitu sayu. Reni kini meletakkan pundakku di
pangkuannya. Jemari Reni yang lembut kembali membelai pipiku. “Gue sayang
banget sama lo Nay...” ia berkata lirih, sedetik kemudian sebuah cairan perak
membasahi pipinya.
Mendengar ucapannya, air mataku kembali mengalir.
Rasa haru menyelimuti perasaanku. Entahlah apakah
Reni merasakan hal yang sama. Berada dalam keadaan seperti itu aku hanya mampu
berkata “Ren... maaf, gara-gara gue...”
Cuuupp...
Reni memotong ucapanku dengan sebuah kecupan.
Bibirnya membungkam suaraku hingga aku tak mampu berkata-kata.
Mendapat perlakuan penuh kasih dari Reni, vaginaku
mulai dibanjiri cairan kenikmatan. Reni tahu akan hal itu, dan ia akan
melakukan apapun agar membuat cairan itu semakin membanjir. Dengan lembut ia
membelai payudaraku agar vaginaku semakin licin.
“Wah... mengharukan sekali....” ucap Tomi dengan
senyum sinisnya. “Saatnya hidangan utama.... bukan gitu Ren??” ucapnya pada
Reni. Reni tidak menggubris, ia tahu, tak ada gunanya menanggapi ucapan Tomi.
Perlahan Tomi menyibak kedua pahaku ke samping.
Vaginaku yang kemerahan kini dapat ia lihat dengan leluasa. “Mmmmmhh... sayang
kalo memek bagus gini ngak di nikmatin dulu”
Aku sudah tak ingin melihat apa yang akan
dilakukan Tomi terhadap tubuhku. Aku sudah tidak peduli.
Anganku kini dipenuhi oleh bayangan Reni, seorang
sahabat yang setia bersamaku bahkan setelah ia mati.
Sluuuurrpppp....
“Mmmmhhhh....” aku melenguh mesra dengan bibir
yang masih menyatu dengan bibir Reni.
Di selangkanganku, aku merasakan sebuah sapuan
lidah dingin yang menelusuri tiap lipatan vaginaku.
Mataku terpejam. Yang kubayangkan saat ini adalah
Reni, sedang mengoralku di sana.
“Mmmmhh.....Mmmhhh....” aku kembali melenguh.
Kenikmatan itu kurasakan dari jemari Reni yang
memilin puting susuku.
“Aaaaakkhh.. Rennnn.....” aku kini bisa bebas
meracau saat Reni melepaskan pagutan kami. Ia merebahkan diri dengan tetap
menjadikan pahanya sebagai bantal untuk kepalaku. Kuraih leher Reni dan
kudekatkan kepalanya ke payudaraku.
Sluurppp...
Reni mulai bermain dengan lidahnya. Puting susuku
yang mengacung keras tak luput dari jilatan dan kulumannya.
’Ohhh
god..... aakkhhh nikmat’
“AAAAaaaaakkkhh..... MMmmmmhhh....” aku meracau.
Otot-otot vaginaku mulai berkedut. Sensasi nikmat
pada jilatan Tomi di klitorisku membuatku melayang.
Hasratku semakin menggebu. Denyutan itu kurasakan
semakin kuat sebelum aku melenguh panjang.
“Ooooooohhhhhhhhh......”
Cairan kenikmatan itu menyembur deras. Tomi yang
masih membenamkan wajahnya di sana tampak begitu puas karena berhasil
menghantarkanku menuju orgasme yang pertama. Bak seorang yang kelaparan ia
menjilati cairan vaginaku dan menelannya.
“Hehehehe..... nikmat banget... perfect” gumam
Tomi.
Tubuhnya yang hitam berbulu, kini bangkit. Ia
mengarahkan kepala penisnya mendekat ke lubang vaginaku, lalu menekannya
perlahan.
“Aakkhhh....saaakit....” aku memekik pelan saat
kepala penis berdiameter enam sentimeter itu membelah lubang perawanku. Saat
itu Reni mengerling ke arah Tomi. Pandangan matanya tajam mengancam, seakan
memperingatkan Tomi untuk tidak berlaku kasar.
Perih...
Ya, hanya itu yang kurasakan. Aku tidak pernah
membayangkan bahwa ritual melepaskan keperawanan bisa begitu menyakitkan. Yang
kutahu, hanyalah racauan dan desahan penuh nikmat yang dipertontonkan pada
artis film panas dalam tiap adegannya.
“Okay...okay... kita main halus ya sayang...
Mmmhh....” Tomi kembali menyuguhkan senyum memuakkan. Ia memandangku sejenak,
menikmati lekuk tubuhku dengan matanya. Raut wajahku yang tenggelam dalam
kenikmatan semakin membuat hasratnya menggebu.
Perlahan-lahan, Tomi kembali menusukkan batang
kejantanannya ke dalam vaginaku.
Dapat kurasakan dengan jelas rasa tersayat yang
datang silih berganti. Selaput daraku telah robek, kehormatanku telah
direnggut. Kini aku telah resmi menyandang status tidak perawan.
“HHhhggggghhh....” aku mengejan menahan perih,
saat penis Tomi kembali menyeruak masuk semakin dalam hingga tenggelam
sepenuhnya di dalam vaginaku. Aku tidak bisa terus berdiam, aku harus
mengalihkan perhatianku pada sesuatu.
Saat itulah aku sadar bahwa vagina Reni berada
tepat di hadapanku.
Aku tersenyum sejenak sebelum mendekatkan wajah ke
vagina miliknya. Gaun putih transparan yang ia kenakan kusibak dengan mudah,
lalu aku mulai memainkan peranku.
“Ooouuuhh...Nayy....Mmmmhh....”
Reni mulai menggeliang saat sapuan lidahku merayap
di lipatan vaginanya.
Sebelah tangannya kini membelai rambutku dengan
lembut.
Aku sangat menyayangi Reni seperti saudaraku
sendiri.
Mungkin jika tragedi ini telah berakhir, aku tak
akan lagi melihat sosoknya. Kuanggap ini sebagai ucapan perpisahan terakhir
sebelum Reni benar-benar pergi untuk selamanya.
Menyadari kemungkinan itu, air mataku kembali
menetes.
Sahabat macam apa aku ini. Di saat Reni
mengorbankan nyawanya untuk melindungiku, aku justru tak bisa melakukan apapun
untuk dirinya. Aku hanya berharap, pengorbanan ini bisa membawa jiwa Reni untuk
tenang di alam sana.
“Uuuugghhhh.....Aaaakkhhh...”
Rasa sakit pada liang vaginaku semakin menjadi-jadi
saat Tomi mulai menggoyangkan pinggulnya maju-mundur. Vaginaku terasa begitu
sesak menerima penisnya yang besar dan mengacung keras.
“Aaaakkhhh... gilaaa... enak banget memek lo
Nay....” Tomi mulai meracau.
Ia memegangi pinggangku seraya tetap menggenjot
dengan tempo pelan.
Reni kembali mengulum puting susuku.
Berharap rangsangan itu sedikit mengobati rasa
sakit yang kurasakan.
Yah, itu sangat membantu. Rangsangan nikmat itu
sedikit membuatku lupa tentang betapa sakit vaginaku saat ini.
“Aaaaaahhhh...MMmmmhh........Ahhhhhhh...Ahhhh...Ahhh..Ahhh..Ahhh..”
aku melenguh berulang kali. Suara itu menggema di kegelapan malam.
Tomi mulai mempercepat tempo permainan. Dari sorot
matanya aku dapat menilai bahwa ia sangat menikmati jepitan vaginaku yang masih
sangat sempit.
“Yeess.... Ahhhh... Holy shit.... emang bener-bener ngak ada tandingannya, memek perawan....”
Aku dan Reni tak menggubris ucapan Tomi. Kami
berdua menenggelamkan diri pada permainan kami.
Reni sudah hanyut dalam fantasinya. Sementara aku
sedang membayangkan Reni menusuk-nusuk vaginaku dengan dildo vibrator miliknya.
“Ren..... terus tancep Ren.... Aaahhh....”
Rasa sakit pada rongga vaginaku mulai memudar. Aku
mulai menikmati permainan ini.
Hasratku akan sebuah penis yang menyeruak ke dalam
vaginaku telah tercapai. Kendati penis itu berasal dari sesosok mengerikan di hadapanku,
aku tak mempedulikannya. Bagiku, permainan ini adalah permainanku bersama Reni,
dan keperawanan ini kupersembahkan untuk Reni seorang. Keberadaan Tomi di sana hanyalah
sebagai pemeran figuran, hanya sebuah pion yang tak berarti dalam papan
permainan catur.
Slepp...Slepp...Slepp...
Tomi mulai bermain dalam tempo cepat. Penis hitam
itu menghujam liang vaginaku semakin dalam.
Gerakan tubuh fana miliknya membuat tubuhku
bergoyang-goyang. Pinggangku yang masih bersentuhan dengan lantai atap kasar
semakin membuat hasratku meninggi. Entah masokis atau bukan, aku cukup
menikmati penderitaan ini.
“Nnnngghhh...Nnnnnngghhhhh....AaaaaahhhhHHHH...”
Aku melenguh panjang saat cairan vaginaku
menyembur dari sela penis Tomi. Darah perawanku meleleh di sana bersama cairan
bening yang menetes di lantai atap.
“Ohh..... udah nyampe duluan ternyata...
hahaha...” Tomi tertawa sinis.
Penisnya masih terus bergerak di dalam liang vaginaku,
kendati aku kini megap-megap saat berusaha mengambil napas.
Aku yang baru saja mengalami orgasme cukup hebat
tak mampu menahan hujaman yang terus kuterima. Reni tau akan hal itu. Dengan
sebelah tangan ia mendorong Tomi menjauh untuk melepaskan penisnya.
Plop... penis Tomi terlepas.
Akhirnya, untuk beberapa detik aku bisa menikmati
orgasme kedua yang kurasakan.
“Ehh... apa-apaan nih?” hardik Tomi.
“Jangan macem-macem lo...” Reni mengarahkan
telunjuknya ke wajah Tomi. “Biarin Naya istirahat dulu bajingan...”
Melihat Reni yang terbakar amarah, aku segera
menarik lengannya untuk merebah di sampingku.
“N-Nay....??” ucapnya saat memandangku dengan raut
wajah kebingungan.
Tubuh Reni sudah terbaring bersamaku di lantai
atap.
Dengan sebelah tangan aku menyibak gaun putih yang
membalut tubuhnya hingga payudara Reni menyembul di hadapanku.
“Ren.... gue sayang sama lo” ucapku seraya
menindih dan mengulum puting payudaranya.
Aku tak dapat melihat raut wajah Reni saat itu.
Namun dari jemarinya yang bergetar saat membelai rambutku mesra, dapat
kusimpulkan bahwa Reni sedang menahan tangis.
“Cepet selesaiin mau lu Tom... dan tinggalin gue
selamanya” ucapku tanpa menoleh ke arah Tomi.
Pinggul dan bokongku sudah terangkat ke atas. Aku
bersujud di atas tubuh Reni dan kembali menatap matanya. “Ren.... gue ngak mau
berpisah dari lo..” ucapku saat itu.
Reni hanya tersenyum. Ia merangkulkan kedua
tangannya ke leherku, mengisyaratkan padaku untuk mendekat. Saat bibir kami
menyatu, dapat kurasakan Tomi sedang menancapkan penisnya kembali.
Slep.... dapat kurasakan kembali, penisnya yang besar kini
mengisi rongga vaginaku hingga penuh sesak. Rasa perih itu kembali, namun aku
tak mau mempedulikannya.
Bibir Reni yang lembut kini kunikmati dalam sela
tangis haru.
Aku tak mau ia pergi, sungguh. Aku tak ingin
memiliki sahabat lain selain dirinya.
“Hehehe.... udah pasrah rupanya...” ucap Tomi
dibalik punggungku.
Sleppp...
Sleppp... Sleppp...
Penis Tomi kembali menikmati sempitnya liang
vaginaku. Tak munafik, aku juga merasakan betapa nikmatnya disetubuhi. Namun
dalam pikiranku, sosok Tomi telah kubuang jauh-jauh. Seperti sebelumnya,
kuanggap persetubuhanku dengan Tomi sebagai persetubuhanku dengan Reni.
“Aaaakkkhh.. Ren..... enak...Akkkhh....” aku mulai
meracau.
Reni memandangku dengan perasaan haru saat itu. Ia
paham, bahwa racauan yang terlontar dari bibirku hanya untuk mengalihkan
pikiran semata. “Nayy...Mmhh... isepin toket gue Nayyy....” ucapnya membalas
racauanku.
Tanpa perlu dikatakan untuk kedua kali, segera
kuturunkan wajahku ke arah payudara Reni.
Dengan rakus kedua payudara ranum itu kunikmati.
Reni sangat menyukai gigitan-gigitan lembut di area putingnya. Dan aku, akan
memberikan semua itu dengan senang hati.
“Akkkhhh...Akkkhhh........ enak banget kontol lo
Tom...Akkkkhhhh...terus....” merasakan gigitan lembut, Reni mulai meracau tak
jelas. Namun aku menangkap apa maksud perkataan itu. Ia sedang memprovokasi
Tomi.
“Tooomm...AaaaaakkhhHHH... enak banget Tommm...
sodok teruss... AAAAaaakkkHHH..” kuikuti apa yang Reni lakukan.
“DIEM LO BERDUA ANJING.....AAAAAAKKHHH...AKKKKHHHHHHHHHH.....”
hardik Tomi.
Sesuai dugaan, Reni tersenyum licik saat memandang
raut wajah Tomi yang tenggelam dalam fantasinya. Dinding-dinging vaginaku
merasakan dengan jelas bagaimana penisnya berkedut-kedut dan membesar.
Slep.. Slep..
Slep.. Slep..
Tomi mempercepat gerakannya. Umpan yang
dilemparkan olehku dan Reni berhasil membuatnya memacu hasrat. Gesekan yang
semakin intense, membuatku terbakar nafsu. Aku sudah merasakan, bahwa orgasme
ketiga itu akan segera datang.
“OOOOooooooohhhh........” Tomi melenguh panjang
seraya menancapkan penisnya sedalam mungkin ke dalam rahimku.
Croott.....
Crooott.... Croott...
“AAAAaaaaaaaaakkhhh....AAAHHHHH....”
Hujaman dahsyat itu membuatku menggeliang. Tanpa
sadar aku ikut tenggelam dalam badai orgasme ketiga yang lebih kuat dari
sebelumnya.
Cairan hangat dari ujung penisnya menyembur,
memenuhi rahimku dengan spermanya.
Setelah orgasme Tomi berakhir, kami semua terdiam.
Dapat kurasakan rongga vaginaku mulai merapat
kembali. Penis Tomi perlahan-lahan kembali mengecil sebelum akhirnya terlepas
dengan sendirinya.
Cairan putih kental mengalir keluar dari lubang
vaginaku bersama dengan darah kesucian. Debu-debu halus yang menyelimuti lantai
atap berubah menjadi lembab ketika cairan kental itu menetes membasahi mereka.
Keringat dan peluh yang membasahi sekujur tubuh
telah menguras habis seluruh tenagaku.
Kepalaku mulai pusing, pandangan mataku mulai
gelap. Kupeluk erat-erat tubuh Reni sebelum kesadaranku hilang di dalam
pelukannya.
~Megatron21~
Saat aku membuka mata, aku sudah kembali berada di
dalam kamar kontrakanku.
Pakaian yang membalut tubuhku masih lengkap,
kendati keringat yang membasahi tubuhku masih menempel.
Kucoba meraba lutut dan sikuku, namun tak ada luka
lecet akibat kejadian semalam.
’Apa itu
hanya mimpi?’ tanyaku dalam hati.
Sontak aku menanggalkan celana yang kukenakan dan
memeriksa vaginaku.
Selaput daraku sudah robek. Itu artinya kejadian
semalam bukanlah mimpi semata.
Teringat akan kejadian yang menimpa Bu Shinta, aku
segera mengenakan celana kembali dan menghambur keluar kamar.
“Eh...Naya, kok tumben udah siang belum berangkat
kerja?” sapa Bu Shinta yang sedang berjalan menyusuri lorong untuk kembali ke
kamarnya.
“B-Bu Shinta ngak apa-apa kan?” ucapku gelagapan.
Aku berjalan mendekat ke arahnya, lalu kuamati tiap jengkal tubuhnya dengan
seksama. Tidak ada tanda-tanda luka fisik atau semacamnya. Mungkinkah kejadian
semalam hanya mimpi? Tapi jika benar mimpi, kenapa keperawananku bisa hilang?
Bu Shinta memiringkan kepala dengan tatapan
bingung. Ia menatap raut wajahku yang terkesan panik lalu berkata.
“Kamu kenapa Nay??”
Seketika itu aku memeluk tubuh Bu Shinta dan
menangis di bahunya.
“N-ngak Bu.... Hiks.... Naya ngak apa-apa.... Hiks...hiks....
Naya cuma mimpi buruk semalam...”
“Lhoo... mimpi kok dipikirin amat Nay... sudah
ngak apa-apa kok” ucap Bu Shinta seraya membelai rambutku yang hitam tergerai.
“Ibu.... aku laper...” anak Bu Shinta yang paling
bungsu berdiri di ambang pintu dan menatap kami.
“Kak Naya kenapa bu?” ia bertanya dengan nada
polos.
“Ngak apa-apa... Kak Naya habis mimpi buruk
semalam...” ucap Bu Shinta.
Aku melepaskan pelukanku padanya dan mulai menyeka
air mataku.
Perasaanku kini lega, ternyata kejadian tewasnya
keluarga Bu Shinta hanyalah halusinasi yang ditanamkan Tomi.
“Duh Nay... sampe keringetan gini. Mandi dulu
sana, sudah jam sembilan lhoo..” ucap Bu Shinta.
“I-iya Bu....” ucapku.
~Megatron21~
Menemukan fakta bahwa seluruh kejadian mengerikan
yang menimpa para penghuni rumah susun itu hanyalah ilusi, pikiranku
benar-benar tenang.
Aku kembali ke kamarku untuk membersihkan diri. Di
atas meja yang bersanding dengan ranjangku, lampu handphoneku sudah menyala
berkedip.
Tadinya kupikir bahwa lampu itu berkedip adalah
tanda bahwa baterainya hampir habis. Namun setelah meraihnya, aku menemukan
sebuah SMS dari Tomi.
Deg....Deg....Deg....
Jantungku kembali berdebar.
Mungkinkah Tomi belum menghilang sepenuhnya dari
dunia? Bukankah aku telah membayar hutangku dengan keperawanan. Aku kembali
dirundung perasaan takut, sangat takut.
“Baca aja Nay..... ngak perlu takut”
“AAAAAAAAAAAAAA.............” aku tersentak kaget.
Sebuah suara yang berasal dari balik punggungku
membuatku sontak berbalik.
Di sana, sosok Reni berdiri anggun dengan gaun
putih transparan, seperti yang kulihat semalam.
“R-Ren... l-lo....” ucapku gelagapan.
“Jangan takut begitu si.... Tomi udah pergi kok...
kali ini untuk selamanya” ucap Reni. “Lo jangan benci Tomi ya… jangan pernah
nyimpen dendam kayak gue…”
Aku menarik napas panjang sesaat.
Berharap agar rasa sesak di dada ini menghilang.
“Nay.....” Reni mendekat.
Aku sontak melangkah mundur menjauhinya. Tak bisa
kupungkiri, aku kembali takut.
“Ihhh... kok lo takut sama gue sih... oke, gue
ngak ngedeket deh... baca aja dulu SMSnya..”
Aku melirik sejenak ke arah handphone yang berada
dalam genggamanku sebelum memandang kembali ke arah Reni.
“Baca aja... ngak usah takut...” ucapnya lagi.
Debar jantungku mulai stabil, aku mulai bisa
bernapas dengan normal.
Segenap keberanian sudah kukumpulkan untuk membuka
SMS dari Tomi. Dengan sebuah sentuhan jari, aku menekan tombol hijau di sudut
kiri atas pada barisan keypad.
‘Nay...
ini Tomi.
Aku minta
maaf untuk semua yang telah aku lakukan. Aku tau keegoisanku sudah buat kamu
dan Reni menderita. Aku cuma mau ucapin terima kasih untuk semuanya, berkat
kamu aku sekarang tenang. Sebagai permintaan maaf, sebelum aku pergi, aku udah
transfer uang lagi ke rekening kamu. Mungkin uang sama sekali ngak bisa
dibandingkan dengan kesucian kamu, tapi... manfaatkan baik-baik. Seperti
sebelumnya, aku cuma mau berguna buat orang lain sebelum aku benar-benar pergi,
aku ngak akan muncul lagi. Sekarang aku tenang, aku bisa pergi.’
SMS panjang itu telah kubaca dengan seksama.
Jika semua yang dikatakan Tomi benar, lantas
kenapa Reni tidak bisa pergi bersamanya? Mengapa jiwa Reni tetap terjebak di
dunia nyata?
“R-Ren...” ucapku lirih.
“Iyah... gue tau lo mau tanya apa” jawab Reni.
“kejadian semalam bukan mimpi, Tomi bener-bener udah merawanin lo. Tapi
kejadian yang nimpa orang-orang lain cuma ilusi....” lanjutnya.
“Setelah semuanya selesai, Tomi sempet minta maaf
sama gue, sebelum akhirnya pergi. Dia ngirim raga utuhnya ke tempat pembuangan
sampah, polisi udah nemuin jasadnya tadi pagi.”
“T-Terus?? Kenapa lo ngak bisa pulang ke akhirat?”
tanyaku.
“Hihi... lo lupa ya, sumpah gue ada dua. Yang
pertama, gue bakal bales dendam ke Tomi dan itu udah gue lakuin” ucapnya. “yang
kedua, gue mau lindungin lo supaya Tomi ngak ngambil keperawanan lo, dan gue
gagal” lanjutnya.
“J-jadi....” mataku memandang lekat-lekat ke arah
Reni yang tersenyum memandangku.
“Yap.... gue ngak bisa pergi sebelum misi gue
berhasil Nay... dan sekarang karena misi gue gagal, gue bisa tetep ada di sini
nemenin lo” ucapnya.
Rasa bahagia sekaligus haru menyeruak di dalam
hatiku. Aku menundukkan wajah dan membiarkan air mataku kembali mengalir.
Di satu sisi, aku menyalahkan diri sendiri. Karena
keegoisanku Reni berakhir sebagai roh yang terjebak di antara yang hidup. Namun
di lain sisi, aku bahagia karena bisa terus bersama Reni.
“Sssshhh.. udah, yang terjadi biarlah terjadi. Lo
gak perlu nyesel” Reni mendekat dan memeluk tubuhku.
Dapat kurasakan hangatnya kasih sayang yang
dicurahkan Reni padaku, bahkan di saat ia telah tiada, Reni tetap setia
mendampingiku.
“Lagian, gue juga seneng bisa terus sama-sama lo
Nay...” ucapnya.
Reni menyeka air mataku dengan ibu jarinya. “Jadi
jangan sedih ya Nay..... gue ngak mau liat orang yang gue sayang sampe nangis”
Aku tersenyum dalam tangis dan kuanggukkan kepala
beberapa kali.
~Megatron21~
Hari-hari setelah kejadian itu berjalan normal.
Tak terasa, sudah beberapa bulan berlalu.
Aku kini memiliki pekerjaan baru. Atau bisa
dikatakan sebagai usaha baru.
Saat aku mengecek saldo di tabunganku pagi itu,
aku menemukan sembilan digit angka berada di layar ATM.
Aku hanya bisa menutup mulutku dengan kedua tangan
saat memandangnya dengan rasa tak percaya. Tomi benar-benar telah mentransfer
banyak uang ke dalam rekeningku. Dari uang yang diberikan Tomi, aku memulai
sebuah usaha yang menghidupiku hingga kini.
Well… tidak mudah untuk memaafkan Tomi, aku akui
itu.
Namun seiring waktu berlalu, aku kini telah
merelakan semuanya. Kesucianku, kini telah menghantarkan jiwa seseorang untuk
kembali ke akhirat.
Reni, sahabatku kini setia menemani hari-hariku.
Ia mengikuti ke manapun aku pergi dengan melayang
di sampingku. Reni berkata, ia akan melindungiku dari setiap orang yang mencoba
berbuat jahat.
Seperti saat itu.
Saat itu aku sedang menaiki motor matic menuju toko handphone milikku,
motorku di cegat oleh beberapa orang pria yang mengacungkan sebilah pisau di
masing-masing tangan mereka.
Entah seperti apa sosok mengerikan yang
ditampakkan Reni, mereka semua membelalakkan mata dengan ngeri. Kutebak, Reni
menampakkan sosoknya yang tanpa kepala. Para perampok itu lari tunggang-langgang,
meninggalkanku dan Reni yang tertawa cekikikan.
Walaupun masih tersisa sedikit rasa benci terhadap
diri Tomi.
Namun dalam hati aku berterima kasih. Karena
berkat bantuannya, aku bisa merubah hidupku menjadi lebih baik. Lagipula,
berkat usaha baruku, aku bisa memberi lapangan pekerjaan untuk orang lain.
“Ehh... Mbak Naya. Tumben pagi bener datengnya
Mbak?” sapa Dara, salah satu karyawanku di toko handphone.
“Iya Ra... lagi jenuh di rumah, jadi pengen
nengokin kalian” jawabku sambil memarkirkan motorku di pinggir jalan.
Pandanganku beralih pada sebuah papan neon box yang bertengger di atas toko.
Di sana terpampang nama toko milikku.
Friend’s
Fone
Kudedikasikan nama toko itu pada sosok Reni dan
Tomi, sahabatku.
Setelah memandang papan neon box itu beberapa saat, aku melanjutkan langkahku naik ke
lantai dua. Di sana adalah ruanganku untuk mengurusi stok barang dan pembukuan.
Ruko ini terdiri dari tiga lantai.
Ruangan itu cukup besar karena aku tidak
menggunakan sekat untuk membatasi ruangannya.
Di lantai paling atas, aku sudah mempersiapkan
sebuah ruangan untuk kutinggali nantinya. Agaknya jenuh juga hidup di rumah
susun yang pengap dan sumpek. Namun karena belum selesai membereskan lantai
atas, aku tetap bertahan di kontrakanku untuk sementara waktu.
“Nay.... lanjutin yang semalem yuk?” Reni berbisik
di telingaku.
Aku hanya tersenyum karena paham maksud dari
kata-katanya.
Setelah duduk di kursi nan empuk, aku menarik
sebuah laci paling bawah yang tersemat di meja kerjaku.
Di sana, sebuah dildo vibrator milik Reni kusimpan.
Ya, di ruangan inilah terkadang aku melampiaskan
nafsu bersama Reni.
Kulepaskan kait pada celana denim yang kukenakan
dan kutarik hingga sebatas mata kaki. Dildo
vibrator milik Reni segera kunyalakan. Yah, bisa dibilang benda ini adalah
warisan yang diberikan Reni untukku.
Kubuka lebar kedua pahaku dan kutancapkan dildo
bergetar itu ke dalam lubang vaginaku di sana.
Selama ada Reni di sini, aku tak perlu takut
kegiatan kami diketahui. Reni akan segera memperingatkan aku begitu ada salah
satu karyawan yang naik ke lantai atas.
“Mmmmhhh.....” aku menggumam meresapi tiap getaran
di dalam vaginaku. Akhirnya, kata-kata Reni menjadi kenyataan. Aku bisa
merasakan betapa nikmatnya membiarkan dildo
vibrator ini menancap di dalam vaginaku.
Di sisi tubuhku, Reni sudah menampakkan tubuh
polos tanpa busana. Ia mendekatkan payudaranya pada wajahku dan memintaku untuk
menghisapnya.
Hidup, terkadang memang tak berjalan secara masuk
akal.
Terkadang, kita harus memilih sesuatu yang bahkan
tak kita inginkan.
Begitu pula hidupku.
Berbagai kepahitan yang telah kujalani memberikan
banyak pelajaran berharga.
Salah satunya membuatku mencetuskan sebuah
kalimat.
“Iblis atau bukan, sahabat tetaplah seorang
sahabat”
Aku sempat bertanya pada Reni.
Mungkinkah ia akan pergi meninggalkan aku suatu
saat nanti? Jawabnya, “Mungkin Nay...”
“Jangan dong, gue kan ngak mau sendirian lagi...
emang karena apa lo bisa ninggalin gue??” tanyaku lagi.
“Gue akan menghilang untuk selamanya.... kalau
seorang sahabat udah ngelupain bahwa gue ada….”
~~**Friend of Fiend**~~
-E-N-D-
Satu Dunia, Beratus Kisah, Beribu Cerita
Megatron21story
Satu Dunia, Beratus Kisah, Beribu Cerita
Megatron21story
~~CAST~~
Naya – Gadis
kesepian di tengah Ibukota yang kejam (OMG yg asli dateng)
Reni – Seorang sahabat yang setia melindungi
Tomi – Seorang pria yang menjunjung tinggi arti kepuasan
Bu Shinta – Wanita tangguh yang berusaha menghidupi
keluarganya
Dara –
Remaja tanggung dengan berjuta impian
Manager – Ahh, tidak ada hal bagus yang bisa kukatakan tentang si-babi
Melly – Perempuan yang terbelenggu kejamnya dunia kerja
Kasir – Engg…. Maaf saya juga tidak kenal siapa dia
Pria di restoran – Kaya, Tampan, Sopan, namun mata keranjang
Wanita di restoran – Cantik, Menawan, Anggun, namun judes
dan suka main tangan
Supir Truk – Sebenarnya, dia sudah cukup terbiasa menabrak
seseorang hingga tewas
~~Penulis~~
Megatron21
~~Thanks
To All penghuni Forum 96~~
Reditya – Moderator sekaligus penyelenggara HHC
Andreejf – Juri
Pisangkuning – Juri
Sanoo – Juri
Satpam – Waw….yang ini tidak boleh dilupakan
Heddot – Hehehe, thanks banget om atas dukungannya
Cath – Bundaa….. hehe ^_^
Blacksabath
– Si-pertamax
Tomcat69 – Komentator sekaligus rival. Julukannya puspus
Peepto – Komentator yang selalu nongol
Andrediaz –
Komentator sekaligus
rival juga… Apdet dong…
Engineer_nyasar
– Komentator dan rival
tentu saja… dua kata (nyanyian cabul)
Mtroyes – Komentator yang selalu mondar-mandir (salah
satu yang sering nongol)
Sliverpost
– Komentator dan kritikus
(kadang2 doang kritiknya)
Upil_hero –
Komentator jorok
(tukang ngupil)
Rudrakh – Komentator, kritikus, dan pemberi saran
Chapista – Komentator setia nih… tapi suka ngejar
pertamax juga
HoLeeChit –
Komentator yang selalu
memantau
Ulrich –
Komentator yang abis baca ngak kasi kritik
Xiao mey – Komentator yang nanyain ukuran bra 35
(cewe berarti kan??)
De2yanto – Komentator yang juga jarang nongol
Carmellia –
Komentator, rival, dan
temen SMS-an
Arizonaaaa
– Penghasut agar memasukkan kematian si-manager (penggila ’Ignatia’)
Pra_Laya – Komentator yang setia menunggu apdet (sambil mancing)
Awsome – Komentator, pemberi masukan, dan rival tentu
saja
McAe – Komentator (speachless lah kalo soal doi)
Kokafon1 – Komentator penggila [i]Ignatia[/i]
Rudiab – Komentator nongol beberapa kali
Sinichy – Komentator penunggu update
Norvue – Komentator yg sukses nebak (tapi kena troll
juga)
De5uk4 – Komentator, kata doi endingnya agak aneh
Raygun1986
– Komentator salah
terka, hohohoho
Muphengers
– Komentator yang
ngarep sama Naya
S4nd89 – Komentator jarang nongol
Nyoq –
Komentator yang hobi menerka-nerka, tapi tetap setia memantau
Cerot – Komentator jarang nongol (sekalinya nongol
one-liner)
Dikanancap
– Komentator ngarep Naya
Forgivepain
– Komentator pejwan
Sachi –
Komentator (ini bro apa sist ya??)
Sherly2012
– Komentator (nah kalo ini sist kan??????)
Dinginkale
– Komentator yang suka nongkrong di ‘The Catapult’
Panthom –
Komentator dan rival juga
Jhon_hofman
– Komentator yang lupa beresin tikernya
Masimiro –
Silent Reader turun gunung
Rock_n_roll
– Komentator (thanks cendolnya mamen)
Laser_BDG –
Komentator yang janji ngasi saran kalo uda tamat
Cokkon –
Silent Reader turun gunung
Kuyt18 – Komentator
kena troll part 3
Garpitman –
Komentator yg merasa dejavu
Damphrats
Blue – Komentator, rival, teman, tapi sayangnya udah pensiun T_T
Br4m – Komentator
yang ‘adek’nya muntah (katanya)
Rotschild –
SR turun gunung
Masiwa – Komentator
sekali nongol
Henkk – Komentator
jago medis
Nggandhoel
– Komentator salah terka xixixi
Bryansadewa
– Komentator yang meriding di siang bolong
Suffer – Komentator
anti one-liner
Pecinta69 –
Komentator sekali nongol
Chaos222 – Komentator
sekaligus juragan kawin kontrak
Chaspul –
Komentator jarang nongol
LickPuss23
– Komentator yang juga dejavu
Kopral_djonos
– Salah satu suhu datang nyambangin ^_^
Gradaxxx –
Komentator tukang bakar menyan
Iv4n3 –
supporter om Heddot
Buahtelow –
Komentator yang lagi-lagi dejavu
Sakurman –
Komentator sekali nongol
Verarie –
Komentator yang nongol pas uda mau TAMAT
Enakbgt –
Komentator yang kecewa karena TS ketiduran
Babeh9694 –
Komentator yang harapannya terkabul
Mitsuragi13
– Komentator penyuka creepy pasta
J4j4ng – Komentator
yang hobi sadis-sadisan.
Dodong0912
– lagi-lagi SR turun gunung
Exotica – Komentator
sekaligus pemilik diskotik TKP
Youngest – Komentator
yang lagi-lagi dejavu soal 4bia.. huff
Da
Bluexx – Komentator...
ehem... susah ngomong…. Hahaha
MCN – Komentator
FM... sayangnya baru
nongol pas akhir-akhir T_T
Sawah515 – Komentator
pingin belah duren katanya... hahaha
Steven93 –
Komentator sekali nongol
Setan alas
– Komentator sekali nongol
Ice_juice –
Komentator sekali nongol
Arrand – SR
turun gunung
Moga-moga
ngak ada yang terlewat…. Thanks ya, kalian semua sudah bersedia membaca cerpan
horror yang tidak seram ini. Berkat kalian, reply di cerita ini bisa tembus
hingga angka 600 reply
Sebuah
kebanggan tersendiri karena ternyata banyak yang setia membaca
Terima kasih juga untuk semua yang sudah menyumbang Ijo-ijo dan Thanks.
Moga-moga amal ibadah kalian dilipat gandakan oleh yang maha memiliki
:D
TIdak lupa juga, segenap jajaran Silent Reader (SR) yang tidak
saya ketahui siapa mereka,
karena mereka juga tidak kunjung turun gunung.
Terima kasih banyak karena telah meluangkan waktu membaca
karya sederhana ini.
Mohon maaf sebesar-besarnya jika karya nubi tidak sreg di
hati kalian semua.
Oh iya…
Cerita ini hanyalah Fiktif dan Karangan belaka.
Jika ada kesamaan nama, tempat, atau kejadian,
Maka
itu adalah murni kebetulan semata.
Akhir kata….
Hufff….. kayaknya gak ada akhirnya nih.
Sampai jumpa di cerita-cerita selanjutnya……..
~~EPILOG~~
Enam bulan
setelahnya....
“Sore Dara.....” Aku menyapa gadis berambut cokelat itu dengan riang.
Saat itu, aku baru saja pulang dari kegiatan berbelanja pernak-pernik
dan aksesoris handphone. Seperti silicon case, anti gores, earphone, dan
baterai contohnya.
“Loohh.. mau belanja kok ngak ngomong-ngomong mbak? Tau gitu kan aku
temenin biar bisa bantu bawa barang”
Dara menghampiriku ke bagian belakang sebuah mobil berjenis MPV dengan
warna merah menghiasi permukaan bodynya. Yah, kehidupanku sudah terasa jauh
lebih baik. Gelimang harta telah kuraih, akhirnya aku bisa membuat ibunda
tenang di alam sana. Mobil ini contohnya, setelah beberapa bulan menjalani bisnis di bidang alat telekomunikasi seluler, aku bisa mengambil kredit sebuah mobil
dari hasil jerih payahku.
“Ini mau taro di mana
Mbak?” tanya Dara. Sebuah kardus besar berisi barang dagangan telah berpindah
dari bagasi mobil menuju tangannya.
“Di deket meja aja, nanti aku input barcodenya dulu Ra...” jawabku.
Sebuah kardus besar lainnya kuturunkan dari bagasi, lalu aku menutup pintu
belakang yang membuka ke atas.
Jebbb.....
Piiippp..piippp..
Bunyi ‘piip’
dua kali terdengar saat aku menekan sebuah tombol pada gantungan kunci yang
menyatu dengan kunci mobilku. Menandakan bahwa kunci alarm mobil sudah menyala.
“Huppp...”
Kardus besar berisi aksesoris
handphone itu kuraih dan kuangkut dalam pelukan.
Kardus yang satu ini tidak begitu berat. isinya hanya pernak-pernik
biasa seperti earphone dan charger. Sementara kardus berisi baterai yang lebih
berat sudah diangkut oleh Dara.
“Lo makin
rajin aja Nay...” Reni yang melayang di sisiku berbisik.
Aku hanya tersenyum tanpa menjawab. Saat aku melintasi etalase
display, dua orang karyawanku yang lain sedang memperhatikan. Mungkin mereka
merasa sungkan karena aku membawa barang-barang itu sendiri tanpa meminta
tolong kepada mereka.
Tekk...tek....tek....
Bunyi sandal crocs yang kukenakan bergema saat langkah-langkah
beratku menyusuri anak tangga satu demi satu.
Kardus ini akan kubawa ke lantai dua, ruangan kerjaku. Di sana aku punya tanggung jawab
tersendiri sebagai pemilik toko. Yaitu,
menginput data-data stock barang yang masuk dan menyortir barang apa saja yang
sudah harus dibeli karena stok yang mulai menipis.
Tringgg...
Handphone yang berada di dalam
saku celanaku berbunyi.
Namun karena sedang membawa beban kardus yang ukurannya cukup besar,
niat untuk membaca SMS yang baru saja masuk itu sirna.
“Mbak.... udah aku taro di sana
ya....” Dara, selalu tersenyum setelah berbicara memang gayanya. Gadis manis
itu selain pandai merebut hati para konsumen, ia juga seorang yang rajin. Etos
kerjanya patut diacungi jempol.
“Iya... nanti biar aku yang kerjain Ra... kamu bantu-bantu di bawah aja” ucapku.
Dara yang melihatku membawa beban cukup besar segera menyingkir dari
jalan untuk memberiku ruang
agar aku bisa lewat. Setelah itu, Dara segera turun ke bawah menuruti permintaanku.
Setelah Dara tak terlihat lagi, kini aku punya waktu private seperti
biasa.
Momen seperti inilah yang selalu kumanfaatkan untuk bermasturbasi ria
di lantai dua.
“Sssttt..... Ren... lo dimana?” aku berbisik memanggil Reni karena sosoknya
sama sekali tak terlihat di mataku. ‘kemana sih tu anak?’ batinku.
Tidak seperti biasanya. Baru kali ini Reni menghilang dari
pandanganku. Biasanya ia setia melayang-layang di sampingku kemana pun aku pergi.
‘Ahh biarin
lah, mungkin dia ada perlu’ batinku memberi ide.
Kuraih laci paling bawah yang terangkai rapi di meja kerjaku. Di sanalah aku biasa menyimpan dildo
vibrator yang selalu kugunakan untuk memuaskan diri.
‘Looh..
kemana tu barang? Jangan-jangan karyawan ada yang nemuin....’
Mataku mendelik kesana-kemari seraya terus mencari.
Tringgg...
Sebuah SMS kembali masuk ke dalam
handphoneku.
‘Ohh
iya.... tadi ada SMS....’
Aku baru ingat, saat aku menaiki tangga sebuah SMS juga masuk ke dalam daftar unread message.
Karena penasaran, kuraih handphone itu untuk membaca SMS yang
kuterima.
‘L-lho...loohhh.....’ napasku seketika
tercekat.
Aku tak bisa berkata-kata saat mengetahui bahwa SMS yang kuterima berasal
dari Reni.
‘Nay.... pa
kabar ni? Hehehe, gue baru pulang dari ausie, biasa.. jadi simpenan om-om. Eh
ternyata malah ditawarin tinggal di sana
sama dia’
‘Nay... sibuk banget sih lo neee.... bales dunk... udah berbulan-bulan gak ketemu lo, kan
gue kangen sama lo’
Deg….. Deg….. Deg…..
‘A-apa
maksudnya sih?? Bukannya?? Bukannya Reni...’ dalam sekejap, aku tak mampu bernapas.
Dadaku berdegup
hebat. Jantungku kembali melompat lompat seperti enam bulan lalu.
Handphone dalam
genggamanku jatuh ke lantai karena jemariku tak kuasa mengenggamnya.
“lu gemetar karena kecapean, atau karena sudah tau?” sebuah
suara tiba-tiba membuatku tercekat.
Satu Dunia, Beratus Kisah, Beribu Cerita
Megatron21story

Wah di tulis disini juga. Mampir ke blog ane ya Om, ahliseks.blogspot.ocm
BalasHapusOwh disini
BalasHapuskeren ceritanya... tapi di akhir cerita kok membingungkan
BalasHapus